Wednesday, October 19, 2016

Jasmerah (Jangan sekali-kali melupakan sejarah)



SEJARAH UNTUK KINI DAN NANTI: ADA APA DENGAN NEGERIKU?
Berpuluh tahun bahkan beratus tahun yang lalu, negeri ini pernah menjadi nusantara yang hebat. Yang terkenal dengan kerajaan-kerajaan besarnya, yang proklamatornya pernah menjadi sorotan dunia. Tetapi apalah arti sebuah ketenaran dengan berbagai macam masalah di dalamnya. Pada sekitar abad ke-13 Ken Angrok muncul sebagai penguasa Kerajaan Singhasari yang terkenal akan cerita-cerita pertumpahan darah, pembunuhan terencana pada penguasa sebelumnya, perebutan tahta serta istri sang raja sebelumnya yaitu Tunggul Ametung. Kisah ini nampak seperti cerita legenda, tetapi nyatanya kisah ini adalah salah satu dari sekian banyak sejarah bangsa kita. Dari sebuah kitab bernama Pararaton menjelaskan bahwa pada akhirnya Ken Angrok mati dibunuh anak Tunggul Ametung dengan menggunakan senjata yang sama pada saat Ken Angrok berusaha merebut tahta. Cerita balas dendam belum selesai sampai disini, anak dari Ken Angrok yang tidak bisa menerima kematian bapaknya kembali mengulang pola pembunuhan yang sama kepada anak Tunggul Ametung. Sungguh sejarah yang megah namun memilukan, kitab-kitab kuno menjadi saksi dan referensi bagi sejarawan untuk mengungkit kisah kelam negerinya.
Kisah lain mengenai sejarah runtuhnya kejayaan kongsi dagang VOC di Batavia pada abad ke-18, akibat dari terlalu menjamurnya suap dan korupsi di dalam kongsi dagang tersebut. Padahal, sudah tidak diragukan lagi kelihaian kongsi dagang bentukan Belanda yang satu ini dalam mengelola hasil monopoli negara nya di Nusantara. Bahkan pernah, demi menyelamatkan orang-orangnya yang di tahan di Banten mereka melakukan “penebusan” kepada kerajaan Banten. Dengan tujuan mereka ke Nusantara yang cukup jelas dan terarah tentunya lumayan aneh melihat mereka nyata nya tumbang karena keserakahan bangsanya sendiri.
Ada lagi sejarah mengenai keambisiusan seorang patih bernama Gajah Mada dari Kerajaan Majapahit, yang rela membunuh hampir seluruh petinggi Kerajaan Sunda pada abad ke-14 hanya untuk memenuhi Sumpah Palapa. Sumpah Palapa sebenarnya memiliki tujuan baik, yakni untuk mempersatukan Nusantara. Tetapi, apa artinya tujuan baik bila dikerjakan dengan cara yang licik? Pada 1357 Masehi perang Bubat antara Majapahit dan Sunda berlangsung di daerah Bubat. Perang, atau lebih tepat bila dikatakan penyerangan ini dilakukan dengan ide Gajah Mada yang berpura-pura akan menikahkan Diah Pitaloka dengan Hayam Wuruk sang raja Majapahit. Diah Pitaloka digunakan sebagai persembahan atau lebih halusnya perantara agar kerajaan Sunda menjadi tunduk kepada Majapahit. Setelah tahu maksud dan tujuan Gajah Mada, tentu saja Raja Sunda merasa dipermalukan. Ia melakukan perlawanan pada tentara Majapahit. Apalah arti se rombongan “pengiring pengatin” dengan tentara-tentara Majapahit yang memang telah bersiap melakukan peyerangan? Pesta pernikahan itu gagal dengan cara yang menyedihkan. Akibat apa? Sekali lagi, sejarah mencatat bahwa nenek moyang negeri ini pernah menumpahkan darah demi kekuasaan.
Yang terbaru adalah sejarah proklamasi kemerdekaan. Didorong adegan penculikan Ir.Soekarno oleh para golongan muda ke Rengasdengklok, proklamasi ini akhirnya dapat terjadi. Pada peristiwa sejarah kali ini, penggunaan kata penculikkan tak terasa begitu menakutkan. Malah menjadi penentu sikap yang akan diambil bapak proklamator. Golongan muda terus mendesak di proklamasi kan nya negara kesatuan republik Indonesia sebagai negara yang berdaulat, lepas dari Belanda, Inggris, maupun sang “saudara tua” Jepang. Dengan terbitnya kabar kekalahan Jepang pada Perang Dunia II membuat Indonesia harusnya lebih mudah dalam melaksanakan proklamasi kemerdekaan. Golongan Tua sebenarnya lebih setuju dengan gagasan alon-alon asal kelakon, yakni menunggu kemerdekaan pemberian Jepang. Tetapi sekali lagi, bersyukurlah pada sikap generasi muda pada saat itu yang berpikir jauh kedepan, tetapi tetap mempunyai jiwa pejuang muda yang nekad.
Jika setelah paragraf-paragraf di atas mengulas mengenai sejarah negeri nan subur ini timbul pertanyaan, untuk apa sebenarnya belajar sejarah. Maka perlu dipertanyakan kembali kepada pembaca, seberapa mengertikah anda terhadap kasus krisis identitas jaman sekarang. Pernah mendengar tentang masuk perguruan tinggi lewat jalur belakang? Atau bisa juga mendaftar pegawai negeri sipil meggunakan koneksi orang dalam? Nah, sebenarnya apa itu “jalur belakang” dan “koneksi orang dalam”? Mungkin sebagai mahasiswa dan orang-orang yang terbuka pandangannya pada berita nasional, tentu tidak akan asing dengan istilah korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN). Istilah ini mengacu pada tiga kegiatan yang ketiganya memiliki pengertian kurang baik. Korupsi menurut kamus besar bahasa Indonesia (KBBI) berarti penyelewengan atau penyalahgunaan uang negara atau perusahaan untuk keuntungan pribadi atau orang lain, kolusi berarti kerja sama rahasia untuk maksud tidak terpuji atau persekongkolan, sedangan nepotisme menurut KBBI berarti kecenderungan untuk mengutamakan dan menguntungkan sanak saudara sendiri, terutama dalam jabatan serta pangkat di lingkungan pemerintah.
Sempat beberapa kali terkejut mendengar kata orang kalau di Indonesia ini memang sudah rusak dari orang-orang berpangkatnya, jadi kalau mau sukses ya harus mau mengikuti cara main yang ditawarkan. Tapi sekali lagi, pertanyaannya Indonesia yang mana? Mau jadi orang berpangkat dengan cara jalur belakang juga sudah tidak diragukan lagi keberadaannya. Disangkal berapa kali pun, oknum-oknum nakal juga tetap ada. Bahkan yang mengejutkan pemikiran mahasiswa pun juga tidak jauh berbeda dengan orang awam pada umumnya.
Ketika potensi keberhasilan mencapai sesuatu menjadi lebih tinggi dengan jalur-jalur tersebut, cenderungnya orang yang memiliki kelebihan materi menggunakan jalan pintas. Keuntungan yang akan berlipat ganda menjadi salah satu faktor pendorong makin terkenalnya jalur ini. Jalur-jalur ini memang tidak sebrutal kisah-kisah dalam sejarah mengenai pertumpahan darah. Tapi, apa bedanya jika kedua hal ini digunakan untuk menghalalkan segala cara dalam mencapai tujuan. Indonesia abad ke-21 sudah seperti negeri di atas awan, yang hanya mengikuti kemana angin pergi. Ajang saling rebut kekuasaan terlihat makin marak di pemerintahan. Manusia-manusia berbaju necis saling menjelekkan demi citra baik di mata rakyat. Masih ingatkah pada pemilihan presiden tahun 2014 lalu? Bahkan efeknya saja masih terasa hingga pertengahan tahun 2015 ini. Saat itu saya masih ingat betul  pada siaran televisi swasta yang terkenal memiliki citra baik di mata masyarakat sebagai stasiun televisi penyaji berita. Tetapi pada musim penyalonan presiden kesubjektivitasan stasiun televisi itu amat terasa. Bukankah media elektronik seharusnya lebih objektif dalam penyiaran informasi publik?
Ada pula kasus lengkap KKN di Provinsi Banten. Yaitu mengenai Dinasti Atut, jujur saja kasus ini terlalu rumit untuk dijelaskan kembali. Namun saya yakin, sebagian pembaca tentu langsung paham begitu melihat muka ibu Atut. Rumah mewah tersebar dimana-mana, sanak saudara menjadi pejabat pemerintahan dengan mudah. Benar-benar cocok jika penggambaran kasus ini mirip dengan suatu dinasti di kerajaan masa silam.
Pertanyaan besarnya adalah kenapa bangsa yang besar dengan tempaan keras penjajah ini tetap tidak bisa menjadi kuat? Semakin banyak saja daftar hitam dalam kegagalan pemerintahan. Sebenarnya, menyalahkan pemerintah juga bukan solusi yang patut untuk selalu diperbincangkan. Kenapa negeri ini tidak mencoba belajar dengan cara bercermin pada sejarah? Sudah banyak contoh baik dan buruk tercantum pada buku-buku sejarah karangan penulis kondang, tetapi selalu saja yang terlintas dalam mata pelajaran sejarah adalah manusia hasil evolusi dari primata. Mempelajari sejarah hanya dilakukan sebatas untuk meggugurkan kewajiban. Padahal jika serius belajar pola-pola dalam sejarah, negeri ini bisa saja menjadi negeri yang maju. Misalnya saja, belajar dari semangat juang pemuda-pemudi jaman penjajah. Bisa pula belajar untuk tidak jatuh di kesalahan yang sama.
Jika sudah begini, masih relevan kah semangat Jasmerah (Jangan sekali-kali melupakan sejarah) yang pernah digelorakan The Founding Father kita, yaitu Ir.Soekarno?

No comments:

Post a Comment