Friday, January 23, 2015

Penulis Tanpa Inspirasi

Tiba-tiba ingin menulis. Tanpa ide, hanya sebuah keinginan yang sangat pekat.
Aku memang tlah lama tahu bagaimana perasaan penulis, ketika mulut bahkan tak sanggup mencurahkan segala ide yang mengambang di otak, ketika rasa sesak yang mendesak seolah ingin sekali membanjiri file document pada Microsoft word.
Aku merasa menjadi seorang yang tidak konsisten. Ketika punya ide malah malas menulis, ketika punya kesempatan malah tidak ingin menulis, dan ketika sedang ingin menulis tidak ada ide yang menghampiri. Jadi hari ini Jumat, 23 Januari 2015 aku memutuskan asal menulis. Semacam pelampiasan segala rasa. Bosan, jenuh, senang, marah, dan ingin segera 2016.
Iya….
Aku ingin segera menuju 2016, meskipun tahun lalu, 2014 ku akhiri dengan cukup manis. Tapi awal tahun ini aku memulai nya dengan kurang baik. Tahun lalu berakhir dengan kisah-kisah manis perjalanan ku. Tebak saja, sudah berapa kota aku kunjungi dalam kurun waktu 2 bulan. Mungkin ada diantara pembaca yang adalah seorang petualang menganggap perjalanan-perjalanan ku adalah hal remeh. Tapi tidak begitu dengan aku, aku masih ingat rasanya menjadi seorang remaja biasa yang sangat ingin bermain tetapi tidak ada kesempatan. Akhir tahun lalu aku merasakan berjam-jam duduk di atas motor. Menjelajahi kota-kota yang mungkin tidak asing tapi terasa baru. Perjalanan pertama adalah Magelang. Bukan sebuah perjalanan yang terjadwal, maaf tapi aku bukan orang yang bisa mudah setia dengan jadwal. Cerita nya sedikit menggelikan. Berawal dari iseng saja aku mengajak teman ku untuk main ke Salatiga selepas kuliah, kuberi tahu, punya teman yang sealiran itu sungguh menyenangkan. Dia menyetujui ajakan ku. Semarang Salatiga bukanlah jarak yang terlampau jauh, kurang lebih satu jam kami sudah melewati gerbang selamat datang kota Salatiga. Setelah itu kami bingung mau kemana, hanya hati dan jalan yang menunjukkan kemana kami pergi. Lagi lagi tidak ada rencana serta jadwal. Semakin lurus memasuki kota Salatiga semakin bingung kami akan kemana. Sempat terlintas rencana pergi ke Boyolali, tapi mau apa juga kesana. Melewati sebuah lampu merah aku sempatkan menengok ke kanan, ada warung bakso yang terasa tidak asing dalam kenangan. Ku ajak teman seperjalanan mencicipi bakso disana, daripada tidak jelas mau kemana. Semangkuk bakso dengan kuah panas menemani kami menikmati gerimis kota Salatiga. Beberapa tujuan sudah tersaji di depan mata. Antara akan lurus ke Boyolali, pergi ke Taman Pancasila, atau ke kedai durian yang tadi sempat kami incar di pinggir jalan. Boleh ditebak kami kemana.. Tapi tujuan kami selanjutnya bukanlah ketiga tempat tersebut. Otak tiba-tiba mengajak kami menuju tempat yang lebih jauh yaitu Kota Magelang. Melewati Kopeng dan kemudian Magelang membuat kami merasa sangat bodoh. Bagaimana bisa acara iseng-iseng ke Salatiga membawa kami hingga Magelang. Tanyalah kami, mau apa di Magelang…. Blank. Kosong. Tidak tahu juga ingin apa, yang jelas kami masuk ke sebuah mall bernama Artos lalu kemudian makan kupat tahu di jalan blabak. Lalu pulang ke Semarang. Sesederhana itu perjalanan kami. Lucu, aneh, tidak jelas, tetapi menarik untuk diingat. Menjadi salah satu momen indah di akhir 2014. Sementara 2015, belum memberikan janji yang mendukung untuk ku. Malah awalnya saja sudah menyakiti. Semacam ada bom waktu yang meledak. Yang tertahan sejak tahun lalu. Menunggu saat nya. Menyakiti sekali lagi perasaan yang sudah mati rasa.

Maaf tulisan ini terlalu mengalir pada aliran yang tidak jelas. Kini aku sudah kehilangan ide ku untuk menuliskan kisah perjalanan selama akhir tahun kemarin, sekarang yang terasa aku tengah menikmati pelampiasan rasa sakit. Dunia dalam tulisan ku bisa ku ubah sendiri, tidak seperti kamu. Iya kamu yang membuatku seolah tak berbeda dengan layangan. Mungkin aku terlalu banyak mengartikan lebih, oh maaf pembaca tampaknya kalian tahu arah tulisan ini kemana. Maaf karena hati ini sedang perih dan membutuhkan pelampiasan, hingga mengurangi waktu produktif kalian. 

Wednesday, January 21, 2015

Pendidikan Dasar Exsara 17-19 Januari 2015 (Jangan Panik)

another experience, enjoy!


Sempat akan nggak ikut pendidikan dasar Exsara soalnya mama agak berat ngijinin nya, tapi setelah di lobby dengan nggak panik akhirnya beliau mengijinkan.
Sempat deg-deg an kalau aja nyasar di belakang FIK, tapi setelah meyakinkan diri untuk nggak panik karena aku punya kelompok yang bisa kerjasama akhirnya kami selamat sampai tujuan.
Sempat panik waktu ketemu mbak Hilda di jalan dan dia bilang kalau tujuan kami belum ada setengah jalan, tapi kami percaya kalau gimana pun cara nya kami akan sampai ke tujuan.
Sempat pengen balik ke UNNES saking panik nya ngelihat sungai dengan aliran deras yang musti aku sebrangin, tapi alhamdulillah ada Ghanny dan mbak Esti yang sangat meringankan perjalanan menyebrangi sungai.
Mungkin terlalu banyak kata sempat dan panik dalam 3 hari kebelakang. Tanggal 17 Januari 2015 menjadi pembuka perjalanan kami ber 14 untuk menjadi peserta pendidikan dasar Exsara. Memang di luar perkiraan bahwa yang jadi ikut hanya 14 orang dengan 2 cowok yang yah.... awalnya lumayan disepelekan *maaf Ghanny dan Sabar*. Sebelum aku menceritakan kenapa judul tulisan ini Jangan Panik, aku memilih untuk menceritakan dulu apa saja yang terjadi selama pendidikan dasar, semoga tidak terlalu membosankan. Jadwal kumpul hari itu jam 07.00 di depan pkm FIS. Tapi seperti biasa, jadwal selalu ada untuk mengantisipasi keterlambatan... Upacara pembukaan dimulai kurang lebih pukul 08.00, sebenarnya aku juga kurang paham waktu tepat nya. Sebelumnya apa yang pembaca bayangkan sebagai “upacara pembukaan”? Terlihat seperti upacara formal dengan pemberian aba-aba yang jelas, tanpa canda tawa. Tapi yakin, bukan hal macam itu yang akan kalian temukan pada upacara pembukaan kali ini... Sebenarnya aku mulai hafal dengan apa yang dimaksud upacara di Exsara. Mulai dari acara Lawatan Semarang, upacara pembukaan HUT Exsara juga. Aku mulai sadar kalau disini yang formal itu dianggap sudah sangat biasa, jadi Exsara melakukan upacara dengan cara nya sendiri. Dan menurutku itu hal sama yang pertama kali bisa membuatku tertawa berkali-kali. Setelah melakukan upacara pembukaan kami ber 14 menunggu keberangkatan sebentar, sambil bercanda bersama. Menertawakan hal kecil yang biasanya dianggap nggak menarik.
Sejujurnya aku ingin sekali menceritakan segala hal dengan waktu yang spesifik.. Tapi apa daya, melihat jam saja sangat jarang. Jadi yang aku ingat hanya waktu keberangkatan. Setelah waktu keberangkatan tiba kami ber 14 mulai berangkat dengan kelompoknya masing-masing. Aku, Ghanny, dan mbak Esti dapat giliran ke 3 untuk berangkat. Jadi kami ber 14 berangkat tanpa pendamping. Hanya tanda panah yang ditempel di beberapa lokasi lah yang menjadi petunjuk kami. Turunan pertama di belakang FIK membuat kelompok ku sedikit merasa takut. Turun, turun, turun. Hingga kaki rasanya tak cukup sanggup lagi untuk menahan, menjadi rem untuk tubuh. Kami bertiga berjalan dengan semangat yang setengah-setengah. Ghanny sempat menjatuhkan botol minum kami dan lucu nya karena saking lelah kami bertiga hanya mampu memandang botol minuman 1,5 liter itu menggelinding semakin jauh sebelum akhirya masuk ke parit kering di kanan jalan. Panik? Iya sempat. Bagaimana tidak, itu kan air minum kami yang harus di hemat-hemat. Masa iya hilang. Haha, tapi kepanikan itu dapat kami atasi dengan tertawa dan berbagi canda. Pada waktu botol itu berhenti di dalam parit kering, satu hal yang melintas di otak hanyalah rasa terima kasih pada Tuhan bahwa air itu masih jadi rejeki kami.
Kami bertiga mulai lelah dengan jalanan yang turun, kemudian Tuhan menyiapkan cobaan lain untuk kami yaitu jalan menanjak. Haha manusia, turun lelah, naik mengeluh. Tapi kami tetap mencoba untuk saling memberi semangat. Istirahat sebentar-sebentar juga tak masalah yang penting kami bertiga tetap sehat. Jalan, jalan, jalan. Hingga akhirnya kami bertemu dengan mas-mas di sungai. Waktu pertama ngelihat sungai dengan arus yang lumayan deras itu aku takut juga kalau musti nyebrang lewat sana. Tapi di sungai ada 2 kelompok lain yang sudah setengah jalan buat sampai ke seberang. Kami bertiga menyusun strategi gimana cara nya biar bisa nyebrang dengan barang bawaan yang banyak. Pertama, kami copot sepatu dulu. Yakali masa aku mau nyebrang sungai pakai sepatu lari, bisa-bisa hanyut kepleset. Setelah itu kami mulai berpikir gimana kalau nanti bolak-balik saja, beberapa barang bawaan akan ditinggal kemudian nanti kembali lagi untuk mengambil. Tapi rencana itu akhirnya gagal, dengan beberapa pertimbangan akhirnya kami menggunakan tongkat pramuka sebagai alat untuk membawa barang-barang bawaan kami. Formasi menyeberang yang pertama adalah Ghanny berada di depan, sedangkan aku dan mbak Esti yang membawa barang. Kenapa dipilih urutan seperti itu? Karena setidaknya Ghanny yang laki-laki bisa memimpin kami berdua untuk memilih batu mana yang aman untuk diinjak dan batu mana yang terlalu licin serta berada di sekitar arus yang deras. Belum sampai setengah jalan urutan kami berubah. Aku bertukar posisi dengan Ghanny, karena aku nggak cukup mampu untuk menyeberang sambil membawa beban barang bawaan. Iya, aku merasa egois disitu. Aku berjalan duluan di depan, sementara mbak Esti berada paling belakang padahal dia juga perempuan. Aku sempat minta maaf pada mereka berdua. Dalam pikiran aku walaupun aku tidak bisa membantu mereka paling tidak aku nggak terlalu merepotkan mereka. Hmm, maaf sekali lagi buat mbak Esti dan Ghanny. Pengalaman menyeberang sungai merupakan pengalaman yang paling bisa aku ingat selama diksar, bukan apa-apa memang semua agenda menyenangkan tapi aku sebagai anak yang biasanya cuma lihat gedung pemerintahan dan mall kali ini dituntut untuk masuk ke sungai. Formasi menyebrang kami berubah lagi, di ujung sungai Ghanny pindah ke posisi pertama lagi, aku merasa sudah cukup bisa menyeberang sambil membawa barang bawaan. Ghanny kembali menjadi pemimpin ku dan mbak Esti. Dan akhirnya, kami sampai juga ke seberang. Senang sekali saat itu. Panik? Iya aku lumayan panik waktu merasakan kalau arus sungai pada saat itu bisa menyeretku, tapi aku musti tenang, karena tanpa rasa tenang mungkin aku bahkan nggak bisa melangkahkan kaki di tengah arus itu.
Perjalanan kami lanjutkan dengan badan yang sudah kembali semangatnya, pengalaman menyeberang sungai tadi sudah mengalahkan rasa lelah kami. Badan rasanya lebih segar. Sampai ke seberang pemandangan yang mendominasi mata kami bukan hanya hutan tapi juga sawah, rasanya seperti bukan di Semarang lagi. Kanan kiri sawah, dengan bekal sandal jepit aku berkali-kali terpeleset lumpur. Sandal mbak Esti putus juga. Kami sedikit panik juga disini, karena sedari tadi nggak menemukan penunjuk jalan berupa cetakan kertas bergambar panah. Tapi kami tetap percaya pada jalanan di depan kami, akhirnya kami menemukan sebuah pondok yang ada di tengah sawah dengan orang-orang yang kami kenal. Lega sekali rasanya mengetahui kalau kami tidak salah jalan. Berhenti sebentar di pos itu kemudian melanjutkan lagi perjalanan yang kali ini tidak terlalu naik turun. Hanya melewati sawah dan berjuang agar nggak terpeleset. Lurus, lurus, lurus. Sampai lah kami di pos terakhir, pos paling ujung sebelum kami sampai ke perumahan warga. Disitu kami diberitahu petunjuk untuk mencapai lokasi diksar. Maka setelah istirahat sebentar kami langsung saja menuju tempat yang dimaksud, melewati kandang bebek dan masuk perumahan kemudian bertanya kepada warga sekitar. Memang jarak antara pos terakhir dan perumahan warga tidak terlalu jauh, hanya saja setelah berada di perumahan kami benar-benar tidak memiliki pandangan akan berjalan kemana. Lumayan panik, tapi bisa dicegah dengan cara yang sangat ampuh yaitu bertanya. Setelah beberapa kali bertanya dan kemudian berjalan sesuai petunjuk kami mulai melewati jembatan merah dengan sungai di bawahnya, jembatan ini juga sangat menarik menurutku. Di Semarang ini nggak banyak jembatan yang masih bisa bergoyang kalau ada orang lewat di atas nya, berkali-kali limbung sewaktu melewati jembatan ini.
Sekitar pukul setengah 12 kelompok kami sampai ke lokasi pendidikan dasar Exsara, yaitu SD Tinjomoyo 02. Tempat tinggal kami hingga hari Senin 19 Januari 2015. Dan yang pertama aku lakukan adalah meluruskan kaki di teras SD. Barang bawaan kami letakkan begitu saja, sejenak menyambung napas yang sejak tadi terpompa terlalu cepat. Ah, nikmatnya.... Setelah beristirahat sebentar kelompok terakhir tiba dengan keadaan basah kuyup, barusan renang di sungai katanya. Tak lama kami mendapat jatah makan siang, makan nasi bungkus ramai-ramai menyenangkan dan mengakrabkan. Usai makan aku sedikit lupa ada acara apa. Seingatku ada pengenalan Exsara, kemudian jeda istirahat untuk sholat ashar dan menunggu pak Shokheh datang. Waktu itu pak Shokheh menyampaikan materi mengenai menulis, jujur saja aku sangat tertarik dengan materi yang beliau sampaikan. Karena dulu aku sempat bercita-cita menjadi seorang penulis tetapi seiring berjalannya waktu rasa malas dan rasa tidak konsisten datang. Cita-cita itu seolah lenyap, kini aku menulis hanya untuk kesenangan. Kalau sedang ada inspirasi tulis, kalau tidak ide yang ada di otak dibiarkan mengabur. Pesan dari beliau yang aku ingat adalah menulis harus dilakukan dengan bebas, los, tanpa memikirkan apakah hasil akhirnya bagus atau tidak.
Sekitar pukul 17.00 materi yang disampaikan oleh beliau berakhir, tugas berikutnya bagi kami ber 14 adalah belajar memasak dengan peralatan seadanya. Kami diajari bagaimana cara nya memasak menggunakan media kaleng bekas, kapas dan spirtus. Jadi kaleng bekas digunakan sebagai pengganti kompor, kapas digunakkan sebagai penghantar api, dan spirtus digunakkan sebagai penghasil api. Senja itu kami mendapat beberapa jenis bahan makanan, diantara nya ada mie instan, beras, dan tempe. Kelompok dibagi-bagi, kelompok ku mendapat bagian memasak mie instan. Setelah dirundingkan akhirnya kami akan merebus air terlebih dahulu. Jangan pernah berpikir bahwa merebus air itu mudah, buktinya kami bertiga lumayan kerepotan karena air tidak cepat mendidih, semacam tidak sabar lah. Akhirnya kami membuat satu kompor lagi, agar api yang digunakkan untuk memasak lebih besar dan hasil nya lebih cepat. Beberapa menit berlalu akhirnya mie yang menjadi bagian kami sukses dimasak. Setelah beres dengan urusan mie aku mencoba mencari pekerjaan lain, maklum susah diam.  Yang aku lakukan setelahnya adalah membantu menggoreng tempe. Yakin, janga pernah merasa bahwa memasak di alam itu mudah. Buktinya sampai pukul 19.00 saja nasi masih ada yang belum matang. Hari itu kami ber 14 makan malam dengan sangat lahap, meski lauk seadanya tetapi rasanya tetap nikmat. Entah efek kami kelaparan atau kami sangat menyukai cara makan Exsara yang spesial ini.
Selesai makan kami memiliki 2 agenda materi lagi. Materi pertama mengenai Survival. Menurut pengertian ku waktu itu survival adalah hal yang dilakukan manusia secara naluriah untuk dapat bertahan hidup dalam kondisi yang mendesak. Pada materi kedua yaitu sekitar pukul 21.00 kami diberi pengertian mengenai loyalitas. Loyalitas menurut mas Agung adalah setia dan patuh, loyalitas terbagi pada 4 tahap yang pertama yaitu kesadaran, lalu pengaruh, komitmen, dan tindakan. Loyalitas bukan diartikan secara langsung sebagai sikap patuh terhadap aturan organisasi atau komunitas, jika tujuannya melenceng kita sebagai individu harusnya berperan dalam mengatasi nya bukan hanya selalu patuh. Selesai dengan dua materi itu kami ber 14 mendapat waktu untuk tidur. Jujur saja perasaan ku sedikit nggak enak seperti panik mendadak, sepertinya akan ada kejadian malam ini.
Hari kedua diawali dengan gedoran keras dan teriakan yang membangunkan kami. Benar kan, yang seperti ini bakal terjadi. Aku langsung bangun saja, kemudian lari keluar. Hmm, melihat mas Riwan kembali menjadi disman sih sudah biasa, tapi mas-mas yang lain. Yang belum pernah menampakkan sisi disman nya jujur saja bingung. Seperti biasa kalau bangun tidur aku harusnya mengumpulkan kesadaran dulu tapi kali ini benar-benar beda, aku diharuskan sadar pada detik yang sama ketika aku bangun. Saat itu kondisi kami ber 14 benar-benar panik, saking paniknya setelah dalam barisan ternyata aku baru tahu kalau Tiara hilang. Penasaran sih tapi waktu itu aku belum terlalu berpikir hal lain selain mau diapakan kami setelah ini. Beberapa diantara kami termasuk aku belum memakai sepatu, maka disuruhlah kami mengambil sepatu. Lari lagi lah aku dengan panik. Melihat beberapa teman dihukum aku kasihan juga, tapi kan sudah dibilang aku panik jadi tidak bisa berpikir yang lain-lain. Sekitar satu jam pertama selama kami dibentak bentak aku diam saja. Masih bingung. Mau takut juga sebenarnya aku tahu ini nggak beneran. Jadi ya takut nya profesional saja lah. Kami lari keliling lapangan satu kali kemudian disuruh memakai jas hujan lalu berbaris. Waduh kami mau kemana sih? Jalan lewat jembatan pada dini hari, dengan gerimis pula plus dibentak bentak. Aku bingung bukan sebel kok makanya diam saja. Masuk ke pemukiman, kemudian ke arah hutan. Mas-mas memperingatkan agar pikiran kami tidak kosong, aku menengok ke kanan eh ada makam..... Yasudah aku lihat ke depan memikirkan yang mnyenangkan saja daripada berpikir yang aneh-aneh. Singkatnya kami sampai ke tempat yang dituju. Ditanya kenapa mau masuk Exsara dan lagi-lagi dijelaskan mengenai loyalitas. Kata salah satu mas-mas, kita musti keras sama diri kita kalau nggak mau gampang dikalahkan alam. Fajar itu aku juga percaya kalau aku harus menunggu yang lain sekalipun aku merasa kuat dan aku juga nggak boleh berposisi sebagai orang yang mudah menyerah. Aku senang mendapat contoh langsung dari hal-hal semacam itu. Setelah sesi dibentak-bentak kami kemudian duduk bersama dalam sebuah gazebo, berkenalan dengan keadaan yang 180 derajat berbeda. Minum kopi juga besama, ah kopi jadi ingat kami ber 14 sempat mencicipi 3 gelas kopi asin dan 1 gelas kopi pahit. Terima kasih mas-mas mbak-mbak. Ditengah perkenalan dari mas-mas aku sempat merasa sangat penasaran dengan keberadaan Tiara, kemana sih dia. Setelah bertanya ternyata dia diselamakan. Menjelang matahari muncul, kami kembali ke SD. Untuk sholat dan istirahat. Disitu aku bertemu Tiara dengan wajah bangun tidur, ah kesal sekali sudah penasaran mencari dia.
Pukul 8 atau entah tidak tahu pasti nya, setelah sarapan yang sangat banyak kami berkumpul untuk tugas selanjutnya. Hp kami dikembalikan setelah diamankan pada hari pertama. Nanti kami akan dilepas satu persatu untuk masuk kedalam hutan, mencari pos-pos dan menunggu arahan. Aku berangkat ke 4, mendapat arahan dari mbak-mbak untuk mencari patung zebra. Berangkat! Jalan sendirian nggak akan menarik tanpa memperhatikan pemandangan yang nggak setiap hari dinikmati. Bertemu dengan patung zebra yang ternyata belum memasuki pos satu aku mendapat tugas untuk berakting marah. Haha sebenarnya itu bukan akting, aku beneran curhat. Selesai dengan pos zebra aku diarahkan untuk berjalan lurus saja di dalam hutan. Kemudian aku menemukan pos 1 yang bernama pos Kepemimpinan, disini aku ditanya apakah aku mau dan aku pantas menjadi pemimpin. Menurutku aku nggak ingin menjadi pemimpin bukan karena kapasitas ku yang nggak mampu, tapi karena itu pilihanku. Baiklah lanjut jalan ke pos 2, pos mengenai loyalitas. Aku diminta menjelaskan seberapa loyal aku pada Exsara. Aku jawab saja, aku merasa belum memberikan apa-apa pada Exsara selain aku ikut acara lawatan Semarang dan HUT Exsara. Tapi kata mbak-mbak yang disana itu sudah merupakan bentuk loyalitas juga, hmm aku baru tahu. Kemudian lanjut ke pos 3, yaitu pos Cinta tanah air. Aku diminta menunjukkan bagaimana perwujudan cinta tanah air pada benda-benda yang ada di sekitar ku. Awalnya aku masih berpikir hal logis, tapi apa nya logis akhirnya aku juga ngomong sama batu karena kepepet..... Jadi pesan dari mas-mas disana, aku harus konsisten kalau mempertahankan pendapat. Lanjut ke pos 4 atau pos Permainan. Aku ditanya tadi di pos 3 ngapain aja, aku jawablah dengan malu. Aku main sebuah permainan yang benar-benar membuat aku berpikir. Yasudah, intinya di pos ini aku belajar kalau dalam sebuah masalah selalu ada kemungkinan-kemungkinan yang pada akhirnya akan memberi kita jawaban yang benar. Oke selesai dengan pos-pos diatas aku kemudian jalan kebawah menuju pos review. Haha aku lupa nama nya pos apa. Yang jelas disana kita diminta me review perjalanan di pos-pos sebelumnya. Bisa curhat juga. Setelah selesai, aku menunggu teman-teman yang belum selesai dengan tiduran di pinggir jalan. Setelah semua selesai kami sempatkan untuk foto-foto sebelum akhirnya kembali ke SD. Perjalanan kami menyenangkan. Di SD kami istirahat, aku memilih tidur yang lama karena ternyata lelah nya baru terasa. Sekitar pulu 17.00 kami berkumpul untuk ngobrol sebentar, kemudian istirahat sholat maghrib lalu menantikan makan malam. Makan malam kali ini benar-benar istimewa, semua berkumpul untuk makan beralaskan daun pisang. Dengan lauk seadanya kami tetap kenyang dan senang. Benar-benar merasa harus mengucapkan terima kasih atas pengalaman ini. Selesai makan kami semua berkumpul, membicarakan banyak hal. Perkenalan, pengakraban. Pokoknya menyenangkan. Pukul 22.00 kami diberi pilihan untuk tidur atau mengobrol, tentu aku memilih tidur hehe.
Bangun pukul 05.00 di hari Senin 19 Januari 2015. Hari kepulangan kami. Setelah membereskan peralatan kami senam pagi, sebelum akhirnya diajak mandi bersama di sungai. Walaupun basah aku bahagia sempat merasakan pengalaman seperti pada waktu diksar. Seusai mandi di sungai kami mandi lagi menggunakkan air rumput. Sudah hampir kering baju kami, jadi basah lagi. Setelah itu sarapan dan perjalanan pulang. Aku tidak pernah merasakan sarapan senikmat hari itu.

Banyak yang terjadi antara 17 hingga 19 Januari kemarin. Rasa panik yang terpikir kalau nggak bisa dilewati juga ada. Tetapi kita harus percaya kalau nggak cobaan yang melebihi kapasitas kita. Terima Kasih Exsara membuatku dapat mengatasi rasa panik. Seperti dalam materi survival, kalau kita panik akal sehat akan buyar. Maka dari itu aku belajar agar jangan mudah panik....