another experience, enjoy!
Sempat akan nggak ikut
pendidikan dasar Exsara soalnya mama agak berat ngijinin nya, tapi setelah di
lobby dengan nggak panik akhirnya beliau mengijinkan.
Sempat deg-deg an kalau
aja nyasar di belakang FIK, tapi setelah meyakinkan diri untuk nggak panik
karena aku punya kelompok yang bisa kerjasama akhirnya kami selamat sampai
tujuan.
Sempat panik waktu
ketemu mbak Hilda di jalan dan dia bilang kalau tujuan kami belum ada setengah
jalan, tapi kami percaya kalau gimana pun cara nya kami akan sampai ke tujuan.
Sempat pengen balik ke
UNNES saking panik nya ngelihat sungai dengan aliran deras yang musti aku
sebrangin, tapi alhamdulillah ada Ghanny dan mbak Esti yang sangat meringankan
perjalanan menyebrangi sungai.
Mungkin
terlalu banyak kata sempat dan panik dalam 3 hari kebelakang. Tanggal 17
Januari 2015 menjadi pembuka perjalanan kami ber 14 untuk menjadi peserta
pendidikan dasar Exsara. Memang di luar perkiraan bahwa yang jadi ikut hanya 14
orang dengan 2 cowok yang yah.... awalnya lumayan disepelekan *maaf Ghanny dan
Sabar*. Sebelum aku menceritakan kenapa judul tulisan ini Jangan Panik, aku
memilih untuk menceritakan dulu apa saja yang terjadi selama pendidikan dasar,
semoga tidak terlalu membosankan. Jadwal kumpul hari itu jam 07.00 di depan pkm
FIS. Tapi seperti biasa, jadwal selalu ada untuk mengantisipasi
keterlambatan... Upacara pembukaan dimulai kurang lebih pukul 08.00, sebenarnya
aku juga kurang paham waktu tepat nya. Sebelumnya apa yang pembaca bayangkan
sebagai “upacara pembukaan”? Terlihat seperti upacara formal dengan pemberian
aba-aba yang jelas, tanpa canda tawa. Tapi yakin, bukan hal macam itu yang akan
kalian temukan pada upacara pembukaan kali ini... Sebenarnya aku mulai hafal
dengan apa yang dimaksud upacara di Exsara. Mulai dari acara Lawatan Semarang,
upacara pembukaan HUT Exsara juga. Aku mulai sadar kalau disini yang formal itu
dianggap sudah sangat biasa, jadi Exsara melakukan upacara dengan cara nya
sendiri. Dan menurutku itu hal sama yang pertama kali bisa membuatku tertawa
berkali-kali. Setelah melakukan upacara pembukaan kami ber 14 menunggu
keberangkatan sebentar, sambil bercanda bersama. Menertawakan hal kecil yang
biasanya dianggap nggak menarik.
Sejujurnya
aku ingin sekali menceritakan segala hal dengan waktu yang spesifik.. Tapi apa
daya, melihat jam saja sangat jarang. Jadi yang aku ingat hanya waktu
keberangkatan. Setelah waktu keberangkatan tiba kami ber 14 mulai berangkat
dengan kelompoknya masing-masing. Aku, Ghanny, dan mbak Esti dapat giliran ke 3
untuk berangkat. Jadi kami ber 14 berangkat tanpa pendamping. Hanya tanda panah
yang ditempel di beberapa lokasi lah yang menjadi petunjuk kami. Turunan
pertama di belakang FIK membuat kelompok ku sedikit merasa takut. Turun, turun,
turun. Hingga kaki rasanya tak cukup sanggup lagi untuk menahan, menjadi rem
untuk tubuh. Kami bertiga berjalan dengan semangat yang setengah-setengah.
Ghanny sempat menjatuhkan botol minum kami dan lucu nya karena saking lelah
kami bertiga hanya mampu memandang botol minuman 1,5 liter itu menggelinding
semakin jauh sebelum akhirya masuk ke parit kering di kanan jalan. Panik? Iya
sempat. Bagaimana tidak, itu kan air minum kami yang harus di hemat-hemat. Masa
iya hilang. Haha, tapi kepanikan itu dapat kami atasi dengan tertawa dan berbagi
canda. Pada waktu botol itu berhenti di dalam parit kering, satu hal yang
melintas di otak hanyalah rasa terima kasih pada Tuhan bahwa air itu masih jadi
rejeki kami.
Kami
bertiga mulai lelah dengan jalanan yang turun, kemudian Tuhan menyiapkan cobaan
lain untuk kami yaitu jalan menanjak. Haha manusia, turun lelah, naik mengeluh.
Tapi kami tetap mencoba untuk saling memberi semangat. Istirahat
sebentar-sebentar juga tak masalah yang penting kami bertiga tetap sehat.
Jalan, jalan, jalan. Hingga akhirnya kami bertemu dengan mas-mas di sungai.
Waktu pertama ngelihat sungai dengan arus yang lumayan deras itu aku takut juga
kalau musti nyebrang lewat sana. Tapi di sungai ada 2 kelompok lain yang sudah
setengah jalan buat sampai ke seberang. Kami bertiga menyusun strategi gimana
cara nya biar bisa nyebrang dengan barang bawaan yang banyak. Pertama, kami
copot sepatu dulu. Yakali masa aku mau nyebrang sungai pakai sepatu lari,
bisa-bisa hanyut kepleset. Setelah itu kami mulai berpikir gimana kalau nanti
bolak-balik saja, beberapa barang bawaan akan ditinggal kemudian nanti kembali
lagi untuk mengambil. Tapi rencana itu akhirnya gagal, dengan beberapa
pertimbangan akhirnya kami menggunakan tongkat pramuka sebagai alat untuk
membawa barang-barang bawaan kami. Formasi menyeberang yang pertama adalah
Ghanny berada di depan, sedangkan aku dan mbak Esti yang membawa barang. Kenapa
dipilih urutan seperti itu? Karena setidaknya Ghanny yang laki-laki bisa
memimpin kami berdua untuk memilih batu mana yang aman untuk diinjak dan batu
mana yang terlalu licin serta berada di sekitar arus yang deras. Belum sampai
setengah jalan urutan kami berubah. Aku bertukar posisi dengan Ghanny, karena
aku nggak cukup mampu untuk menyeberang sambil membawa beban barang bawaan.
Iya, aku merasa egois disitu. Aku berjalan duluan di depan, sementara mbak Esti
berada paling belakang padahal dia juga perempuan. Aku sempat minta maaf pada
mereka berdua. Dalam pikiran aku walaupun aku tidak bisa membantu mereka paling
tidak aku nggak terlalu merepotkan mereka. Hmm, maaf sekali lagi buat mbak Esti
dan Ghanny. Pengalaman menyeberang sungai merupakan pengalaman yang paling bisa
aku ingat selama diksar, bukan apa-apa memang semua agenda menyenangkan tapi aku
sebagai anak yang biasanya cuma lihat gedung pemerintahan dan mall kali ini
dituntut untuk masuk ke sungai. Formasi menyebrang kami berubah lagi, di ujung
sungai Ghanny pindah ke posisi pertama lagi, aku merasa sudah cukup bisa
menyeberang sambil membawa barang bawaan. Ghanny kembali menjadi pemimpin ku
dan mbak Esti. Dan akhirnya, kami sampai juga ke seberang. Senang sekali saat
itu. Panik? Iya aku lumayan panik waktu merasakan kalau arus sungai pada saat
itu bisa menyeretku, tapi aku musti tenang, karena tanpa rasa tenang mungkin
aku bahkan nggak bisa melangkahkan kaki di tengah arus itu.
Perjalanan
kami lanjutkan dengan badan yang sudah kembali semangatnya, pengalaman
menyeberang sungai tadi sudah mengalahkan rasa lelah kami. Badan rasanya lebih
segar. Sampai ke seberang pemandangan yang mendominasi mata kami bukan hanya
hutan tapi juga sawah, rasanya seperti bukan di Semarang lagi. Kanan kiri
sawah, dengan bekal sandal jepit aku berkali-kali terpeleset lumpur. Sandal
mbak Esti putus juga. Kami sedikit panik juga disini, karena sedari tadi nggak
menemukan penunjuk jalan berupa cetakan kertas bergambar panah. Tapi kami tetap
percaya pada jalanan di depan kami, akhirnya kami menemukan sebuah pondok yang
ada di tengah sawah dengan orang-orang yang kami kenal. Lega sekali rasanya
mengetahui kalau kami tidak salah jalan. Berhenti sebentar di pos itu kemudian
melanjutkan lagi perjalanan yang kali ini tidak terlalu naik turun. Hanya
melewati sawah dan berjuang agar nggak terpeleset. Lurus, lurus, lurus. Sampai
lah kami di pos terakhir, pos paling ujung sebelum kami sampai ke perumahan
warga. Disitu kami diberitahu petunjuk untuk mencapai lokasi diksar. Maka
setelah istirahat sebentar kami langsung saja menuju tempat yang dimaksud,
melewati kandang bebek dan masuk perumahan kemudian bertanya kepada warga sekitar.
Memang jarak antara pos terakhir dan perumahan warga tidak terlalu jauh, hanya
saja setelah berada di perumahan kami benar-benar tidak memiliki pandangan akan
berjalan kemana. Lumayan panik, tapi bisa dicegah dengan cara yang sangat ampuh
yaitu bertanya. Setelah beberapa kali bertanya dan kemudian berjalan sesuai
petunjuk kami mulai melewati jembatan merah dengan sungai di bawahnya, jembatan
ini juga sangat menarik menurutku. Di Semarang ini nggak banyak jembatan yang
masih bisa bergoyang kalau ada orang lewat di atas nya, berkali-kali limbung
sewaktu melewati jembatan ini.
Sekitar
pukul setengah 12 kelompok kami sampai ke lokasi pendidikan dasar Exsara, yaitu
SD Tinjomoyo 02. Tempat tinggal kami hingga hari Senin 19 Januari 2015. Dan
yang pertama aku lakukan adalah meluruskan kaki di teras SD. Barang bawaan kami
letakkan begitu saja, sejenak menyambung napas yang sejak tadi terpompa terlalu
cepat. Ah, nikmatnya.... Setelah beristirahat sebentar kelompok terakhir tiba
dengan keadaan basah kuyup, barusan renang di sungai katanya. Tak lama kami
mendapat jatah makan siang, makan nasi bungkus ramai-ramai menyenangkan dan
mengakrabkan. Usai makan aku sedikit lupa ada acara apa. Seingatku ada
pengenalan Exsara, kemudian jeda istirahat untuk sholat ashar dan menunggu pak
Shokheh datang. Waktu itu pak Shokheh menyampaikan materi mengenai menulis,
jujur saja aku sangat tertarik dengan materi yang beliau sampaikan. Karena dulu
aku sempat bercita-cita menjadi seorang penulis tetapi seiring berjalannya
waktu rasa malas dan rasa tidak konsisten datang. Cita-cita itu seolah lenyap,
kini aku menulis hanya untuk kesenangan. Kalau sedang ada inspirasi tulis,
kalau tidak ide yang ada di otak dibiarkan mengabur. Pesan dari beliau yang aku
ingat adalah menulis harus dilakukan dengan bebas, los, tanpa memikirkan apakah
hasil akhirnya bagus atau tidak.
Sekitar
pukul 17.00 materi yang disampaikan oleh beliau berakhir, tugas berikutnya bagi
kami ber 14 adalah belajar memasak dengan peralatan seadanya. Kami diajari
bagaimana cara nya memasak menggunakan media kaleng bekas, kapas dan spirtus.
Jadi kaleng bekas digunakan sebagai pengganti kompor, kapas digunakkan sebagai
penghantar api, dan spirtus digunakkan sebagai penghasil api. Senja itu kami
mendapat beberapa jenis bahan makanan, diantara nya ada mie instan, beras, dan
tempe. Kelompok dibagi-bagi, kelompok ku mendapat bagian memasak mie instan.
Setelah dirundingkan akhirnya kami akan merebus air terlebih dahulu. Jangan
pernah berpikir bahwa merebus air itu mudah, buktinya kami bertiga lumayan
kerepotan karena air tidak cepat mendidih, semacam tidak sabar lah. Akhirnya
kami membuat satu kompor lagi, agar api yang digunakkan untuk memasak lebih
besar dan hasil nya lebih cepat. Beberapa menit berlalu akhirnya mie yang
menjadi bagian kami sukses dimasak. Setelah beres dengan urusan mie aku mencoba
mencari pekerjaan lain, maklum susah diam.
Yang aku lakukan setelahnya adalah membantu menggoreng tempe. Yakin,
janga pernah merasa bahwa memasak di alam itu mudah. Buktinya sampai pukul 19.00
saja nasi masih ada yang belum matang. Hari itu kami ber 14 makan malam dengan
sangat lahap, meski lauk seadanya tetapi rasanya tetap nikmat. Entah efek kami
kelaparan atau kami sangat menyukai cara makan Exsara yang spesial ini.
Selesai
makan kami memiliki 2 agenda materi lagi. Materi pertama mengenai Survival.
Menurut pengertian ku waktu itu survival adalah hal yang dilakukan manusia
secara naluriah untuk dapat bertahan hidup dalam kondisi yang mendesak. Pada
materi kedua yaitu sekitar pukul 21.00 kami diberi pengertian mengenai
loyalitas. Loyalitas menurut mas Agung adalah setia dan patuh, loyalitas
terbagi pada 4 tahap yang pertama yaitu kesadaran, lalu pengaruh, komitmen, dan
tindakan. Loyalitas bukan diartikan secara langsung sebagai sikap patuh terhadap
aturan organisasi atau komunitas, jika tujuannya melenceng kita sebagai
individu harusnya berperan dalam mengatasi nya bukan hanya selalu patuh.
Selesai dengan dua materi itu kami ber 14 mendapat waktu untuk tidur. Jujur
saja perasaan ku sedikit nggak enak seperti panik mendadak, sepertinya akan ada
kejadian malam ini.
Hari
kedua diawali dengan gedoran keras dan teriakan yang membangunkan kami. Benar
kan, yang seperti ini bakal terjadi. Aku langsung bangun saja, kemudian lari
keluar. Hmm, melihat mas Riwan kembali menjadi disman sih sudah biasa, tapi
mas-mas yang lain. Yang belum pernah menampakkan sisi disman nya jujur saja
bingung. Seperti biasa kalau bangun tidur aku harusnya mengumpulkan kesadaran
dulu tapi kali ini benar-benar beda, aku diharuskan sadar pada detik yang sama
ketika aku bangun. Saat itu kondisi kami ber 14 benar-benar panik, saking
paniknya setelah dalam barisan ternyata aku baru tahu kalau Tiara hilang.
Penasaran sih tapi waktu itu aku belum terlalu berpikir hal lain selain mau diapakan
kami setelah ini. Beberapa diantara kami termasuk aku belum memakai sepatu,
maka disuruhlah kami mengambil sepatu. Lari lagi lah aku dengan panik. Melihat
beberapa teman dihukum aku kasihan juga, tapi kan sudah dibilang aku panik jadi
tidak bisa berpikir yang lain-lain. Sekitar satu jam pertama selama kami
dibentak bentak aku diam saja. Masih bingung. Mau takut juga sebenarnya aku
tahu ini nggak beneran. Jadi ya takut nya profesional saja lah. Kami lari
keliling lapangan satu kali kemudian disuruh memakai jas hujan lalu berbaris.
Waduh kami mau kemana sih? Jalan lewat jembatan pada dini hari, dengan gerimis
pula plus dibentak bentak. Aku bingung bukan sebel kok makanya diam saja. Masuk
ke pemukiman, kemudian ke arah hutan. Mas-mas memperingatkan agar pikiran kami
tidak kosong, aku menengok ke kanan eh ada makam..... Yasudah aku lihat ke
depan memikirkan yang mnyenangkan saja daripada berpikir yang aneh-aneh.
Singkatnya kami sampai ke tempat yang dituju. Ditanya kenapa mau masuk Exsara
dan lagi-lagi dijelaskan mengenai loyalitas. Kata salah satu mas-mas, kita
musti keras sama diri kita kalau nggak mau gampang dikalahkan alam. Fajar itu
aku juga percaya kalau aku harus menunggu yang lain sekalipun aku merasa kuat
dan aku juga nggak boleh berposisi sebagai orang yang mudah menyerah. Aku
senang mendapat contoh langsung dari hal-hal semacam itu. Setelah sesi
dibentak-bentak kami kemudian duduk bersama dalam sebuah gazebo, berkenalan
dengan keadaan yang 180 derajat berbeda. Minum kopi juga besama, ah kopi jadi
ingat kami ber 14 sempat mencicipi 3 gelas kopi asin dan 1 gelas kopi pahit.
Terima kasih mas-mas mbak-mbak. Ditengah perkenalan dari mas-mas aku sempat
merasa sangat penasaran dengan keberadaan Tiara, kemana sih dia. Setelah
bertanya ternyata dia diselamakan. Menjelang matahari muncul, kami kembali ke
SD. Untuk sholat dan istirahat. Disitu aku bertemu Tiara dengan wajah bangun
tidur, ah kesal sekali sudah penasaran mencari dia.
Pukul
8 atau entah tidak tahu pasti nya, setelah sarapan yang sangat banyak kami
berkumpul untuk tugas selanjutnya. Hp kami dikembalikan setelah diamankan pada
hari pertama. Nanti kami akan dilepas satu persatu untuk masuk kedalam hutan,
mencari pos-pos dan menunggu arahan. Aku berangkat ke 4, mendapat arahan dari
mbak-mbak untuk mencari patung zebra. Berangkat! Jalan sendirian nggak akan
menarik tanpa memperhatikan pemandangan yang nggak setiap hari dinikmati.
Bertemu dengan patung zebra yang ternyata belum memasuki pos satu aku mendapat
tugas untuk berakting marah. Haha sebenarnya itu bukan akting, aku beneran
curhat. Selesai dengan pos zebra aku diarahkan untuk berjalan lurus saja di
dalam hutan. Kemudian aku menemukan pos 1 yang bernama pos Kepemimpinan, disini
aku ditanya apakah aku mau dan aku pantas menjadi pemimpin. Menurutku aku nggak
ingin menjadi pemimpin bukan karena kapasitas ku yang nggak mampu, tapi karena
itu pilihanku. Baiklah lanjut jalan ke pos 2, pos mengenai loyalitas. Aku
diminta menjelaskan seberapa loyal aku pada Exsara. Aku jawab saja, aku merasa
belum memberikan apa-apa pada Exsara selain aku ikut acara lawatan Semarang dan
HUT Exsara. Tapi kata mbak-mbak yang disana itu sudah merupakan bentuk
loyalitas juga, hmm aku baru tahu. Kemudian lanjut ke pos 3, yaitu pos Cinta
tanah air. Aku diminta menunjukkan bagaimana perwujudan cinta tanah air pada
benda-benda yang ada di sekitar ku. Awalnya aku masih berpikir hal logis, tapi
apa nya logis akhirnya aku juga ngomong sama batu karena kepepet..... Jadi
pesan dari mas-mas disana, aku harus konsisten kalau mempertahankan pendapat.
Lanjut ke pos 4 atau pos Permainan. Aku ditanya tadi di pos 3 ngapain aja, aku
jawablah dengan malu. Aku main sebuah permainan yang benar-benar membuat aku
berpikir. Yasudah, intinya di pos ini aku belajar kalau dalam sebuah masalah
selalu ada kemungkinan-kemungkinan yang pada akhirnya akan memberi kita jawaban
yang benar. Oke selesai dengan pos-pos diatas aku kemudian jalan kebawah menuju
pos review. Haha aku lupa nama nya pos apa. Yang jelas disana kita diminta me
review perjalanan di pos-pos sebelumnya. Bisa curhat juga. Setelah selesai, aku
menunggu teman-teman yang belum selesai dengan tiduran di pinggir jalan.
Setelah semua selesai kami sempatkan untuk foto-foto sebelum akhirnya kembali
ke SD. Perjalanan kami menyenangkan. Di SD kami istirahat, aku memilih tidur
yang lama karena ternyata lelah nya baru terasa. Sekitar pulu 17.00 kami
berkumpul untuk ngobrol sebentar, kemudian istirahat sholat maghrib lalu
menantikan makan malam. Makan malam kali ini benar-benar istimewa, semua
berkumpul untuk makan beralaskan daun pisang. Dengan lauk seadanya kami tetap
kenyang dan senang. Benar-benar merasa harus mengucapkan terima kasih atas
pengalaman ini. Selesai makan kami semua berkumpul, membicarakan banyak hal.
Perkenalan, pengakraban. Pokoknya menyenangkan. Pukul 22.00 kami diberi pilihan
untuk tidur atau mengobrol, tentu aku memilih tidur hehe.
Bangun
pukul 05.00 di hari Senin 19 Januari 2015. Hari kepulangan kami. Setelah
membereskan peralatan kami senam pagi, sebelum akhirnya diajak mandi bersama di
sungai. Walaupun basah aku bahagia sempat merasakan pengalaman seperti pada
waktu diksar. Seusai mandi di sungai kami mandi lagi menggunakkan air rumput.
Sudah hampir kering baju kami, jadi basah lagi. Setelah itu sarapan dan
perjalanan pulang. Aku tidak pernah merasakan sarapan senikmat hari itu.
Banyak
yang terjadi antara 17 hingga 19 Januari kemarin. Rasa panik yang terpikir
kalau nggak bisa dilewati juga ada. Tetapi kita harus percaya kalau nggak
cobaan yang melebihi kapasitas kita. Terima Kasih Exsara membuatku dapat
mengatasi rasa panik. Seperti dalam materi survival, kalau kita panik akal
sehat akan buyar. Maka dari itu aku belajar agar jangan mudah panik....